Saturday, December 6, 2008

Kantong plastik

Berapa kali kita pergi ke pasar atau supermarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari? Mungkin satu atau dua kali seminggu. Sempatkah kita memperhatikan berapa banyak kantong plastik yang kita bawa pulang setiap kali kita belanja? Mungkin sulit untuk mengingatnya sekarang. Tapi kali lain pulang berbelanja, cobalah menghitung jumlah kantong plastik yang kita pakai untuk mengangkut barang belanjaan. Lalu, dengan sedikit berhitung, coba perkirakan berapa banyak kantong plastik yang dipakai selama setahun, hanya untuk memindahkan belanjaan dari pasar/supermarket/toko ke rumah.

Plastik adalah satu inovasi abad 20 yang awalnya begitu diagung-agungkan. Dengan plastik banyak benda dengan berbagai bentuk dapat dibuat dengan mudah dan murah. Plastik dapat dibuat menjadi mainan, casing (kotak pembungkus), kantong/tas, alat makan minum, dan lainnya. Ditengah popularitasnya, belakangan disadari plastik membawa masalah baru bagi manusia: sampah plastik.

Sejak dipakai, sampah plastik mulai menggunung. Rupanya alam tidak dapat secara alamiah mengatasi sampah plastik. Sampah plastik, yang dikategorikan sampah non-organik, tidak bisa diuraikan oleh alam menjadi bahan organik dengan mudah, atau tidak dapat didaur ulang (recycle) dengan cepat. Menurut penelitian, dibutuhkan waktu 200-400 tahun untuk melakukan daur ulang sampah plastik secara alamiah. Artinya, plastik yang saya buang hari ini akan tetap menjadi plastik sampai anak anaknya anaknya anaknya .... anak saya (dengan tambahan 10-20 anaknya pada ....). Artinya, jika tidak dilakukan apa-apa, setelah 200 tahun, keturunan saya tersebut akan hidup ditengah lautan plastik.

Plastik juga tidak boleh dibakar secara bebas (sebagaimana sering terlihat di tempat-tempat pembuangan sampah akhir). Akibat pembakaran, plastik akan melepaskan zat kimia beracun ke udara.

Berdasarkan pengamatan saya, sampah plastik dari rumah tangga sebagian besar adalah dalam bentuk kantong plastik. Hampir setiap hari satu rumah tangga menjadikan kantong plastik sebagai sampah.

Dulu, saat kantong plastik belum dikenal, bahan kebutuhan rumah tangga dikemas dalam daun pembungkus (pisang, jati, dan lainnya) atau kertas, lalu dibawa pulang menggunakan tas belanjaan/jinjing. Tas ini akan terus dipakai jika tidak rusak. Nenek saya misalnya, sejak saya SD sampai kuliah selalu terlihat menjinjing tas belanja berwarna merah yang sama setiap belanja ke pasar. Kebiasaan ini sekarang mulai pudar. Apalagi dengan keberadaan supermarket yang menyediakan kantong plastik berukuran besar. Pergi berbelanja seolah menjadi lebih praktis karena tidak perlu menjinjing tas belanja dari rumah. Tetapi, dibalik kepraktisan tersebut, tanpa disadari, kita membuat kinerja alam menjadi tidak praktis lagi. Sampah plastik menumpuk! Bukan hanya dari plastik pembungkus barang yang kita beli, tapi juga kantong plastik.

Sewaktu saya belanja untuk pertama kali di Belanda, tahun 1999, seorang teman memberi saya 1 kantong plastik besar yang sudah lusuh, yang mirip kantong plastik Matahari. Setelah selesai membayar di kasir supermarket Konmar, sang kasir tidak memasukkan barang belanjaan saya ke kantong plastik. Supermarket tersebut rupanya tidak menyediakan kantong plastik gratis. Satu kantong plastik dapat diperoleh dengan membayar 25 cent gulden (saat itu Rp. 800). Daripada membayar, orang kemudian menggunakan plastik yang dibawa dari rumah atau dus bekas untuk mengangkut barang belanjaannya.

Idenya bukan untuk menarik keuntungan dari setiap penjualan kantong plastik, tetapi mengurangi sampah plastik. Belakangan, setiap belanja saya selalu membawa tas ransel agak besar, ditambah dengan beberapa kantong plastik cadangan jika ruang dalam tas ransel tidak mencukupi, atau ada barang belanjaan yang harus dilindungi dengan plastik, seperti daging. Saat ini, setiap belanja saya selalu ditemani dengan satu tas belanja yang dilengkapi dengan roda. Tas ini, tepatnya trolley, dapat diisi dengan sekarung beras ukuran 8 kg ditambah berbagai barang belanjaan lainnya. Harganya disini sekitar CAD$ 19 (Rp. 160.000); mungkin jika ada produsen Indonesia yang berpikir untuk membuatnya, harganya bisa jauh lebih murah.


Troley belanja

Poin dari saya bukanlah agar setiap orang membeli tas belanja semacam gambar diatas ini. Di saat kita selalu mengeluh terhadap pengelolaan sampah yang belum memuaskan (seperti kasus di Bandung tahun lalu), sebenarnya banyak cara sepele yang bisa kita lakukan untuk membantu mengurangi permasalahan sampah. Salah satunya, siap mengatakan "tidak perlu" jika ditawari kantong plastik oleh setiap penjual.

Simpanlah beberapa tas plastik yang bagus dan kuat sisa belanja sebelumnya. Kalau perlu, sisipkan satu kantong plastik di dalam tas yang selalu dipakai dalam aktifitas keseharian: ke kantor, kuliah, sekolah, dan lainnya. Saat memerlukan kantong plastik, anda tinggal menggunakannya. Gunakan terus kantong yang sama berkali-kali sampai anda tidak bisa lagi menggunakannya karena talinya telah putus, misalnya, atau kantongnya sobek. Kantong terlihat lusuh saat digunakan? Tentunya, kita harus lebih peduli dengan alam, yang harus kita wariskan kepada anak cucu kita dalam keadaan baik, dibandingkan peduli dengan penampilan kita dengan kantong lusuh saat pulang belanja.

No comments: